Saturday 2 April 2016

Sudahkah Kita Mengenal Diri Kita Sendiri



Foto, diambil oleh seorang teman ini

Pernah gak sih ada di suatu moment merasa diri ini kok gak ada perubahan berarti. Orang lain sudah berkarya sangat luar biasa, sudah memiliki achievement yang membanggakan, sudah berada sangat jauh diatas kita. Tapi diri ini masih saja tak memiliki hal luar biasa untuk dibagikan, masih saja dengan diri yang dulu, yang disitu-situ saja.

Stuck pada moment bingung apa yang hendak dirubah, apa yang ingin diperjuangkan dan menjadikannya ke-khasan kita. Apa hal yang ingin kita jadikan orang lain akan mengingat kita karena hal baik itu. Karena hal berbeda itu. 

Jangan-jangan diri kita sendiri belum tau potensi apa yang kita miliki, kita belum tau ingin seperti apa kelak, ingin berkarya atau berkontribusi di bidang apa, mungkin sampai detik ini kita masih saja dalam proses mencari, proses menemukan. Sementara orang lain sedang menjalani apa yang memang mereka inginkan.
Walau kadang dalam prosesnya kita sering terdistraksi oleh pikiran atau upaya aktualisasi, dan upaya membahagiakan semua orang. Urusan-urusan yang tak pernah bisa selesai dan kita pahami, hal yang mustahil mengeneralkan kebahagiaan setiap orang. Juga oleh pikiran instan, ingin ini itu banyak sekali tapi juga sambil ingin mengerjakan hal yang lain, niatnya multitasking, padahal dibarengi motif sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, alias ingin mencapai banyak hal dalam moment yang sama, padahal untuk berhasil juga butuh fokus.

Lantas kita lupa proses dibelakangnya, kita seolah buta dengan dibalik layar setiap pencapaian orang lain. Seolah itu anugrah yang didapat hanya dengan menengadahkan tangan, lalu turun dari langit. Padahal, mana ada pencapaian luar biasa hanya dengan proses yang sederhana.


Iya bagi sebagian orang memang tidak mudah, untuk mendapatkan apresiasi atas sebuah karya. Tidak mudah mendapatkan hati pada setiap karya, apalagi kalau dikejar dengan cara berjalan, apalagi kalau hanya merangkak, apalagi kalau sama sekali tidak bergerak.

Suatu hari, sebuah karya akan menemukan penikmatnya, sebuah karya akan mendapatkan ruang, tidak hanya dalam sebuah layar digital, tapi di hati setiap orang. Suatu hari itu adalah perpaduan antara proses, ketekunan dan doa.

Suatu hari itu akan datang jika diperjuangkan, hasilnya akan sebanding dengan ketiga hal itu. Jika suatu hari itu datangnya cepat maka syukuri, jika lambat maka tetap syukuri, karena pada seseorang hari itu tidak pernah dirasakannya datang.
Bukan karena tidak diperjuangkan, tapi karena ia terlalu sibuk memperdulikan penilaian dari orang lain.

Kadang fokus kita bukan pada diri kita sendiri, tapi pada penilaian yang orang lain berikan, kata teman yang ini kamu hebat begini, kata teman yang itu kamu cocoknya begini, kata teman-yang-lainnya lagi begitu, sibuk. Iya kita malah sibuk dengan penilaian dari orang lain. Fokus pada pada pendapat, tanpa tindakan cepat. Tanpa sadar, yang harusnya paling kenal potensi diri adalah diri sendiri.

Memang terkadang kita butuh pendapat, tapi bukan berarti kita harus mengikuti setiap arahan. Kita harus menyeleksinya juga, dan memutuskan mana yang benar-benar kita banget, atau memutuskan hal itulah yang akan ditekuni. Tidak mudah sih, tapi setidaknya kita melakukan riset, atau langkah awal mengenali diri.

Kata Austin Kleon, kuncinya adalah lakukanlah hal yang kamu sukai, dan bonusnya adalah ketika hal yang kamu sukai itu juga disukai orang lain. Mungkin begitulah proses seseorang menemukan dirinya, dari apresiasi orang lain. Jadi intinya, apresiasi dari orang lain adalah bonus. 
Jika sudah dari dulu kita melakukan hal yang kita sukai, tapi masih saja belum ada hasil dari sebuah karya, masih saja belum mendapatkan apresiasi, teruslah lanjutkan karya itu, teruslah lakukan hal yang kita sukai setiap hari, karena kita tidak pernah tau seberapa dekat lagi jarak kita dengan tujuan, dengan keberhasilan sebuah karya yang dimaksud. 
Pesan terakhir dari John Lennon, " When you do something beautiful and nobody noticed, do not be sad. For the sun every morning is a beautiful spectacle and yet most of the audience still sleeps." 

0 komentar:

Post a Comment