Gagasan utama ide menulis ini
dari ‘piknik’ saya bersama teman ke acara Bandung Air Show yang berlangsung
dari tanggal 10 – 13 September 2015, di Lanud Husein Sastranegara. Acara yang diadakan dalam menyambut ulang
tahun bandung yang ke 205, dengan tema Bandung Kota Dirgantara. Dalam acara Bandung Air show, banyak (atau beberapa) di pajang
pesawat dari yang terlama dan terbaru, salahsatu yang mengambil perhatian
adalah kunjungan wisata anak-anak TK. Teman saya mengatakan, ‘anak-anak TK pada piknik ke sini buat
motivasi, biar mereka punya cita-cita yang tinggi’.
adik-adik lagi ngantri giliran foto sama pilot |
Iya, cita-cita yang populer di
kalangan anak kecil adalah Pilot, Dokter, Arsitek, Presiden, Guru, Artis (?).
Cita-cita masa kanak-kanak begitu melangit, namun tak banyak dari cita-cita
tersebut yang mereka bisa hidup dengan cita-cita itu sampai beranjak dewasa. Ketika
dewasa, ada banyak keadaan yang membelokkan kita dari cita-cita masa kecil.
Menurut Alanda Kariza dalam
bukunya Dream Catcher, mimpi seseorang itu berubah-ubah seiring bertambahnya
usia. Saya setuju dengan pendapat itu, saat kecil saya juga memiliki cita-cita
yang pop, menjadi dokter, masa kecil saya memang klasik ternyata. Kemudian mimpi
menjadi dokter itu tetap saya pelihara sampai masuk SMA kelas 1. Saya tulis di
kertas A3, lalu saya tempel di dinding kamar. Saat itu cita-cita saya ternyata
tidak hanya satu, saya memiliki rencana cita-cita cadangan sebanyak 4. Hal ini
saya ragukan sekarang, kenapa dulu pikiran saya sudah bercabang, entah bersifat
antisipasi atau pesimis dengan mimpi utama.
Setelah saya naik kelas, semakin
saya sadari bahwa menjadi dokter itu tidak begitu mudah, persaingan yang ketat,
saya sadar diri kemampuan saya tidak akan sampai untuk menjadi seorang dokter,
dan menyadari kesukaan lain yang saya miliki, saya suka berteman, berdiplomasi
dan yang penting ketertarikan saya terhadap ilmu verbal (bahasa inggris) saat itu sedang
gencar-gencarnya.
Saya belok arah, tapi tetap saja
ternyata tidak berhasil. Lalu saya ingat-ingat kembali mimpi masa kecil saya,
dan memutuskan untuk terjun di dunia kesehatan. Saya lupa, ternyata saat itu
saya terjun bebas, tanpa menggunakan parasut, jadilah sekarang saya hasil
terjun bebas itu.
Untuk mengatakan “i’m not living in my childhood dream”
mungkin tidak juga ya, walaupun beda profesi, tapi tetap sama saja, memiliki
garis merah tentang berperan dalam membantu seseorang untuk bisa lebih baik
mutu kesehatannya.
Tapi jika dikaitkan dengan mimpi
saya, atau pilihan pertama jurusan kuliah, ini sangat berbelok. Tapi toh
rencana Allah tidak ada yang keliru. Untuk mengetahui rencana yang sebenarnya,
kadang kita harus dihadapkan pada keadaan yang penuh syukur, keadaan dimana
kita bukan-lah satu-satunya yang mencoba membangun pondasi diri supaya lebih
kokoh, supaya apa yang kita jalani sekarang adalah cita-cita kita yang kemudian
bertransformasi, atau sebenarnya sudah ada di alam bawah sadar, hanya saja
menunggu waktu yang pas untuk di bangkitkan asa-nya, berkarya semampu kita
untuk menjadi bagian yang membaikkan keadaan orang lain, dengan profesi apapun
kita, dengan cita-cita yang tumbuh dari masa kecil, ataupun cita-cita yang baru
ditemukan ketika beranjak dewasa.
Well, are you living in your
childhood dream or not? It’s really doesn’t matter, cause the worst thing is
you stop believing yourself to have a big dream !! Kudos~
jangan lupa piknik :) |
0 komentar:
Post a Comment