Friday 14 August 2015

Sebuah Perjalanan Yang Dibatalkan


Rabu 12 Agustus 2015 tepat pukul 16.50 WIB harusnya saya berangkat dari Stasiun Kereta Api Bandung menggunakan kereta Malabar dengan tujuan Malang. Seharusnya saya dan rombongan tiba di malang pada hari Kamis 13 Agustus 2015 pukul 09.00 WIB, tujuannya adalah pendakian ke Gunung Semeru.

Namun hal itu tidak terjadi, saya urung berangkat karena satu dan lain hal. Kebatalan berangkat itu saya sampaikan pada teman sependakian, memohon maaf dan menyampaikan hal lainnya.


Kemudian siang kemarin, saya membaca sebuah postingan akun instagram instagunung, postingan duka bahwa seorang pendaki meninggal dalam pendakian menuju puncak mahameru, dan ironisnya adalah kacelakaan ini terjadi selang dua hari setelah dikabarkan adanya seseorang yang hilang dalam pendakian ke puncak mahameru. Pendakian Gn Semeru kemudian ditutup total sampai ditemukannya seorang pendaki yang hilang tersebut.

Spontan saya menghubungi teman yang harusnya sudah sampai di malang, namun tak mendapati balasan darinya. Yang saya yakini, bila dikaitkan dengan kabar penutupan total pendakian Gn Semeru, berarti mungkin teman saya tertahan di pos sebelum pendakian. Semoga Allah Ta'ala senantiasa melindungi mereka. Aamiin

Kabar hilang atau meninggal seorang pendaki bukanlah hal baru, sejak dulu dari jaman Mapala pertama yang membuka jalur menuju semeru, Soe Hok Gie. Kabar duka selalu ada dari para pendaki yang selalu bertukar sapa lewat "salam lestari".
Namun, tak ubahnya dengan kabar pesawat hilang atau kecelakaan, tetap saja ada yang menggunakan jasa pesawat terbang, tak ada rasa takut, begitu pula para pendaki, karena kita percaya bahwa syarat meninggal bukanlah sedang dalam perjalanan atau pendakian, bahkan maut bisa saja begitu dekat ketika sedang diam atau bahkan terbaring nyaman diatas tempat tidur.

Saya pernah ditanya seorang teman "ngapain sih naik gunung?" Saat itu saya menjelaskan dengan panjang lebar, dengan perasaan yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang mengerti, bahwa alam ciptaan Nya begitu besar, dan kita begitu kerdil di muka bumi ini. Dan salah satu cara pendekatan diri pada Allah (taqarrub), adalah dengan melihat Kebesaran-Nya.

Namun karena Segala sesuatu itu berawal dari niat, maka niatkan segala aktivitas perjalanan, pendakian, pencarian rezeki, dan bahkan jodoh dengan niat yang baik, innamal a'malu binniyat, namun niat yang baik juga perlu diikuti dengan perbuatan yang mubah bukan yang haram. Niat itu adanya di hati, bukan di lafazkan.
Maka jika berpergian salah satunya dalam pendakian, dan ternyata qadar Allah kita meninggal dalam keadaan pendakian tersebut, semoga kita menjadi bagian yang meninggal dalam keadaan baik (khusnul khotimah) sebagai mujahid fii sabiilillah.

Saya ambil hikmah dari ketidak jadian berangkat itu adalah bahwa Allah merencanakan yang terbaik untuk saya, bahwa setiap rencana yang kita buat memang terkadang tak bisa sekali jadi dikabulkan, mungkin lain kali saya akan tetap berangkat, jika memang ada rezeki dan jodoh bagi saya untuk bisa mendaki Gn Semeru, tidak ada satu hal pun yang tidak mungkin.

Untuk kalian semua yang hanya bisa berdiam, saya sampaikan sebuah tulisan dari kuntawiaji berikut ini, 
Sekali seumur hidup. Bertualanglah. Ke alam bebas. Ke negeri antah berantah yang tidak pernah kamu kunjungi sebelumnya. Ke tempat yang hanya pernah kamu dengar lewat cerita. Ke daerah yang sama sekali baru. Ke tempat yang jauh. Yang harus terbang untuk mencapainya. Yang harus berjam-jam di atas kapal untuk pergi ke sana. Yang harus berjalan kaki berlelah-lelah untuk tiba di sana. Bertualanglah. Karena kamu akan tahu bahwa pengalaman seperti itu seharusnya tidak dilakukan sekali seumur hidup. Tetapi sepanjang hidup
Semoga apa yang saya sampaikan bisa bermanfaat, tetaplah berhati-hati dalam setiap kegiatan, sekalipun kita berhak untuk berserah diri atas qadha dan qadar Allah, tetapi kita juga wajib mengusahan kebaikan dan keselamatan. Wallahu 'Alam

0 komentar:

Post a Comment