Wednesday 20 August 2014

Papandayan dan Sepaket Cerita Lainnya

Assalamualaikum para pembaca yang berbahagia, bertemu lagi kita dalam barisan kata-kata di layar digital pada url jemarinarinari.blogspot.com sebuah catatan harian aktivitas sehari-hari seorang Rina Asmara. Mehehe

Formal sekali ya prolognya? Lemme ask you something right now: Pernahkah kalian manjat? Maaf, ganti redaksinya jadi begini: pernahkah kalian naik gunung dan camping (kemah atau ngecamp)? Jika pernah maka aku ucapkan selamat kalian adalah generasi muda yang tidak biasa saja *jabat tangan*.
foto sebelum pendakian Gunung Papandayan
Why i ask you something like that? Because actually not longer from now, i just have been hiking and camp for 2 days, at Mt. Papandayan, Garut, West Java, Indonesia. (dijelasin takutnya ada bule yang baca blog ini). This is not my first time, actually i almost hiking at several Mountain in indonesia (or yeah west java), but this experience is the most excited hiking i ever at all. This feeling is, uuuum, i just can’t explain to you with “words”, too happy, yeah you can read happy with your low pitched and feel them on your heart, haaapppyyy, Happiness.

Perasaan yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata, yang jelas saat mengingat kembali susana itu backsound yang tepat adalah lagunya Pharrell Williams – Happy, melihat alamnya, merasakan udaranya, dan telantang di rumput, mantap!
Seperti yang saya tulis di atas, naik gunung atau kemah bukan kali pertama bagi saya, pernah kemah di sukawana (walapun hanya untuk acara diklat), di bumi perkemahan kiara payung, di ranca upas ciwidey, di perkemahan cikole, di Gunung Pati Semarang, Jayagiri Lembang, dan paling sering di Gunung batu, oke yang terakhir di tulis abaikan saja, gunung yang satu itu gak penting banget, hehe..

Dari kesemua tempat yang pernah kemah itu, baru papandayan yang kayaknya beneran hiking, kenapa bisa demikian? Yang suka naik gunung pasti tahu jawabannya, oke karena yang baca blog ini nampaknya yang nyasar, maka saya sederajatkan ilmu kita semua tentang per hikingan, posisikan diri kita tidak tahu apa-apa tentang gunung dan prosesi hikingnya. Mari saya ajak anda berkelana lewat kata-kata mengenal gunung-gunung yang saya sebut tadi, siapkan mata dan imajinasi anda karena ini akan sangat panjang.

Pertama Sukawana, adalah tempat kemah saja, sejauh mata memandang adalah perkebunan teh, biasanya yang kemah di sukawana bisa naik motor sampai akhirnya jalan 10 meteran dan mendirikan tenda, jarak yang sangat dekat ya, tidak ada toilet, kalau kebelet pipis ya pipis di rerumputan, kalau mau menemukan toilet atau sekalian mau makan mie rebus tinggal turun ke bawah naik motor, sekitar 500 meteran anda akan menemukan kehidupan di situ. Walaupun begitu, sukawana tetaplah dingin (apalagi kalau kebetulan hujan), jangan lupa bawa sleeping bag kalau kemah di sukawana, saya sudah dua kali kemah di sukawana, pertama menjadi peserta diklat salahsatu komunitas di jurusan, dan yang kedua kalinya adalah menjadi panitia acara diklat komunitas itu juga, sama saja ya, hanya berbeda di peserta dan panitia. Hehe

Yang kedua adalah bumi perkemahan kiara payung, sumedang. Ya namanya juga bumi perkemahan, jelas ada fasilitas toiletnya, walaupun tak begitu bersih. Kali pertama ke kiara payung saat menjadi peserta Perjusami, saat semester 2 kuliah. Kali keduanya adalah ketika mengikuti Pengukuhan Pramuka, nah ini baru jalan dari sebelum gerbang Selamat datang, yang ini bisa disebut hiking, kali ke tiga saat ke kiara payung adalah saat menjadi Panitia Perjusami. Membawa sleeping bag juga ya ke kiara payung, tetap dingin, tapi level kedinginan tak sedingin sukawana.

Yang ketiga ini kemah di Ranca Upas (ciwidey) karena untuk moment yang sama seperti di cikole, yaitu untuk LDKM (Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa) jadi saya satu kategorikan, saat kemah di Cikole ini pembawaannya tak begitu happy, pengaruh tekanan mental dan agak sedikit stres dan beban berat sekali (cariel nya) tak begitu menikmati kemahnya pula, karena tujuan kemah yang berbeda pula, tapi saya masukkan dalam tempat yang dimana saya pernah kemah, ada fasilitas toilet tapi tidak ada sumber listrik, kecuali di ranca upas, ada sumber listriknya. Ranca upas dingin, jadi sleeping bag itu wajib, cikole tak begitu dingin, tapi saat itu diwajibkan bawa sleeping bag.

Yang ke-empat adalah Gunung Pati, Semarang. Ke Gunung Pati dalam rangka Kemah Nasional Kesehatan 2013 (tepatnya di Puskepram Candra Birawa)., tidak ada hiking nya, turun dari bis, langsung ngangkat-ngangakat barang menuju tenda yang tinggal di hias, 2 malam tiga hari kemah di semarang. Gunung Pati, Perkemahan Candra Birawa, ada toliet, bahkan ada warung dan rumah penduduknya, bisa membawa charger hp, bisa pakai internetan (jaringannya full), bisa belanja oleh-oleh kemah, lengkap, pinggir tenda laki-laki bahkan ada warung dan lain-lainnya, ini tempat kemah seperti gasibu (pasar kaget di bandung yang ada tiap hari minggu pagi di kawasan depan Telkom). Kemah di gunung pati ini tantangannya masalah lain. Hehe

Yang ke lima Jayagiri, Lembang. Turun dari mobil, langsung jalan sekitar satu jam karena banyak istirahatnya, ada toliet tertutup, track nya bisa dipakai untuk offroad, banyak yang pakai motor offroad soalnya, tidak ada listrik di tempat kemah, silahkan bawa powerbank, jangan lupa sleeping bag, karena dinginnya hampir sama seperti sukawana. Jayagiri lembang, lumayan buat yang suka kemah. Alternatif dikala ingin kemah tapi tak ada banyak waktu dan biaya.
Nah yang ke enam Gunung Batu, tepatnya di Jalan Babakan loa no 10A. Jangan tertipu dengan embel-embel gunung sebelum kata batu, tak ada gunung-gunungnya, hehe. Saya sempat beberapa kali kemah alias mendirikan tenda di depan kantin di kampus, rasanya tak perlu sleeping bag, dekat ke kossan, toliet, sumber listrik dan sumber makanan. Pokonya aman, kemah di sini hanya untuk mengakrabkan saja. Mehehe

Dan kemudian akhirnya saya mendaki ke Papandayan, yang saya rasa setidaknya ini beneran naik gunung.

This the cronology begins:
Pertama, saya berangkat pukul 07.30 menggunakan mini bus sewaan, kami berangkat ber 15 orang, dari anggota pramuka sebanyak 12 orang, dan 2 orang Steril (UKM jurnalistik di kampus) dan 1 orang yang menyebut dirinya dari UKM PSM (paduan suara) dan Sporasi (UKM olahraga). Namun kemudian kami berkomitmen melupakan background UKM, melupakan ke AKU – an, dan ke KAMU – an, yang mendaki adalah KITA, ya KITA, KAMI, sebagai individu tanpa background apapun, berangkat karena satu tujuan menadaki yaitu pulang, RUMAH.

Kami sampai di garut pada pukul (kurang lebih) 11.00 kemudian melanjutkan perjalanan sampai objek wisata Gunung Papandayan menggunakan mobil pick up, ini adalah suatu tradisi bagi yang mendaki ke papandayan untuk menggunakan mobil pick up, selain itu juga untuk mengangkat perekonomian warga sekitar, ya apa salahnya membantu. Kemudian pukul 11.38 sampai lah kami di tempat yang bertuliskan “selamat datang di taman wisata alam kawah Papandayan”. Di temapat ini kalian bisa menemukan warung yang menjual nasi goreng, mie goreng, mie rebus, gorengan dan yang hangat-hangat lainnya, di etalase setiap warung selalu ditemukan stiker, nah bagi kalian yang ingin meninggalkan jejak, jangan lupa bawa stiker dan ditempel di salahsatu etalase warung, kalau kami sih tidak, hehe..
selamat datang. (c) photo by: me
harap di baca terlebih dahulu (c) photo by: me
Menunggu sembari meredakan rasa lelah di perjalanan karena di mobil pick up itu jalan yang ditempuh tak selalu mulus, tapi tetap saja menyenangkan. kami memulai pendakian pukul 13.23 WIB, dan baru sampai di pondok salada (pondok salada adalah tempat para pendaki papandayan biasanya mendirikan tenda untuk berkemah) pada pukul 15.57 dan langsung mempersiapkan tenda, menyiapkan parafin, nasting, dan alat-alat masak lainnya.

Menurut kalian apa yang kami lewati dari kurang lebih dua jam setengah perjalanan kaki untuk sampai akhirnya di pondok salada?
Mendaki tak semudah bergulirnya waktu, selama kurang lebih 2,5 jam itu kami melewati banyak hal, benar seperti kata seorang teman, papandayan adalah paket hiking yang lengkap, awalnya kami melewati bebatuan kecil, mendaki terus, kemudian mendapati bebatuan yang lebih besar dan mulai mencium bau tak sedap yang kemudian diketahui sumber bau tak sedap itu dari semburan kecil kawah belerang, kami melewati kawah, langsung menggunakan masker dengan segera, karena kawah belerang bisa menyebabkan ispa. kami melanjutkan pendakian dan kemudian menemukan sungai kecil yang mengalir indah, airnya sangat jernih, dalam hati terpekik “sumber air sudekat”, alhamdulillah masih diberi kesempatan melihat air jernih dan segar mengalir seperti itu, yang biasanya saya lihat pemandangan air sungai sudah tak sejernih itu, sudah tercemari oleh sampah dan limbah pabrik.
awalnya pendakian seperti ini (c) photo by: iiq
kemudian begini (c) photo by: iiq
play soundtrack ninja hatori, (c) photo by: iiq


melewati kawah mencium bau belerang, (c) photo by : iiq

Setelah melewati sunga mulai lah kita melihat padang rumput, pepohonan yang hijau dan gunung diseberang (entah gunung apa) yang menjulang dengan indah pula, Alhamdulillah.
mulai terlihat ijo royo-royo, (c) photo by: iiq
Mulai mendekati ke pondok salada, jalanan semakin mendaki, dengan beban cariel yang tak ringan tetap semangat mendaki dengan bantuan tangan dari seorang teman, dan semangat fotografi dari senpai iiq,(klik di nama iiq untuk lihat hasil jepretannya di instagram) mehehe, ya diantara 15 orang ini ada satu senpai yang hobi foto-foto, perlengkapan fotografi yang dia bawa lengkap sekali, iiq daebaak! Saya jadi tambah semangat untuk mendaki terus, terkadang mendaki memang memerlukan suasan hati yang bahagia, yang fun, supaya tak terasa lelah, tak usah terburu-buru untuk ingin cepat sampai di tempat camp, nikmati saja perjalanannya, dibawa enjoy saja, biar lambat asal selamat (dan sampai tentunya).
berpegangan tangan, (c) photo by: iiq
Dan kemudian setelah track yang semakin menanjakkan itu, kami melihat dataran, seketika semangat kembali melonjak naik, akhirnya sampai juga di tempat camp! Pondok salada, ihiyyy *kegirangan, play we are the champion*
Selamat datang di pondok salada, (c) photo by: iiq
Begitulah perjalanan menuju pondok salada, ya di pondok salada kalian juga bisa menemukan beberapa edelweis tapi tak begitu banyak, untuk bisa melihat padang edelweis kalian harus mendaki lagi ke atas, pondok salada belum di atas, di papandayan tidak ada yang disebut puncak papandayan, ketinggian papandayan adalah 2622, nah sebelum ke 2622 mdpl itu kita melewati Tegal Alun yaitu dimana para edelweiss bersatu memanjakan mata kita, indah sekali.

Kami melanjutkan pendakian dari pondok salada ke ketinggian 2622 mdpl pada keesokan harinya sekitar pukul 08.28 wib dan sampai di atas ketinggian 2622 mdpl Papandayan pada pukul 09.29, memakan waktu kurang lebih 1 jam.

Untuk bisa sampai ke tegal alun sebaiknya tidak membawa cariel dan barang-barang lainnya, cukup bawa air minum dan sedikit makanan saja untuk pelepas dahaga dan penunda lapar (please jangan berekspektasi oki jely drink dari dalam kulkas atau minuman berenergi yang harus disedu pakai air hangat), mau tau track seperti apa sebelum sampai ke tegal alun? Jawabannya adalah bebatuan yang lebih besar lagi, sepertinya pakai kostum spiderman dan jaring laba-laba yang bisa keluar dari tangan akan sangat cocok dan membantu kita melewati track kali ini. Beginilah track nya bung:
hanya contoh sebagian kecil track yang dilewati, (c) photo by: iiq

(c) photo by: iiq

Sesudah sampainya di atas, mata kita akan dimanjakan oleh pemandangan yang Subhanallah, indahnya. Menurut saya, tegal alun saja sudah indah, apalagi ini 2622 mdpl. Indah sekali, dari atas 2622 saya bisa melihat pondok salada tempat mendirikan tenda, bisa melihat sejauh apa yang telah saya lewati untuk sampai kesini, bahwa pendakian adalah proses menuju ketinggian untuk mencapai kerendahan hati dan mengetahui makna pulang, makna hadirku, dan Pencipta ku, dari atas situ saya merasa begitu kerdil, begitu bukan apa-apa. :’)

Dulu saya sempat tak begitu tertarik dengan naik gunung, kemah dan lainnya, saat kecil sering sakit-sakitan, sakit yang entah dari mana akarnya, yang jelas dalam satu semester di SD pasti ada tidak masuk sekolah karena sakitnya, tak bisa pergi juah-jauh, ya lemah pokonya. Mulai kuliah, mulai jauh dari rumah, mulai memberanikan diri, menantang sejauh mana ketahanan tubuh ini mampu diberi beban. Mencoba melawan rasa takut, takut akan ketinggian terutama, ya saya takut akan ketinggian, ketika mendaki di antara bebatuan yang besar itu, kaki saya gemetar yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, untunglah teman seperjuangan mendaki memahami, dalam rombongan ini, saya berada di paling belakang tapi dibelakang saya masih ada yang menjaga, masih ada yang merasa bertanggung jawab untuk berada di bagian belakang, padahal dalam keadaan seperti ini masing-masing individu bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan kelompok, cause we’re team! And you know, we’re on each other’s team! *play team – lorde*

Setelah beberapa puluh menit berada di ketinggian 2622 mdpl, kami tak bisa berlama-lama karena waktu jua lah yang membuat kami harus segera turun kembali ke pondok salada untuk kemudian berkemas dan kembali pulang.
selfie all the time, kata pak emil yang selfie itu bahagia.

Jangan lupa untuk tidak membuang sampah di area pondok salada, sampah yang dihasilkan harus dibawa lagi sampai bawah, tempat awal naik mobil pick up, ingat jangan nyampah! Sayangi alam yang indah ini, supaya papandayan tetap asri, jika kita tidak bisa meninggalkan sesuatu yang berguna atau memberikan manfaat di pondok salada, setidaknya kita juga tidak meninggalkan sesuatu yang membuat masalah (read : sampah). Okay ;)
(Np: kami tidak sempat ke hutan mati karena satu dan lain hal)

Sebelum tulisan ini di akhiri ada beberapa hal yang membuat papandayan unik juga adalah:
Diarea pondok salada sudah ada toilet tertutup, toiletnya bagus dan bersih, bisa untuk MCK, tapi kalau menurut saya udara sedingin papandayan masih ada yang mandi disitu kah? Saya ragu, hehe.
Ada mushola dan sumber air untuk mencuci perlengkapan masak kita yang bisa dibilang bersih dan tertata rapih.
(c) photo by: me (rinaasamra)
MCK,(c) photo by: me (rinaasamra)
mushola (c) photo by : me (rinaasamra)

Kalian silahkan percaya, papandayan dingin sekali, ini serius, pagi buta sekitar jam 02.00 wib dinihari saya terbangun dari tidur karena kaki saya kram, karena kedinginan, level dingin tahap nasional, dinginnya parah, saya sarankan bawa penghangat yang double, jangan so kuat, saya awalnya so kuat, bawa kaos kaki ganti satu, jaket satu, sarung tangan satu, baju ganti satu stel, udah itu aja, tak taunya malam hari menjelang pagi dingin yang gang sanggup, bahkan minyak goreng dalam botol pun membeku.

Saya memilih untuk mendaki lagi dengan mereka-mereka ini, jika diberi kesempatan, perjalanan mendaki gunung itu tidak semudah kamu turun mobil, sampai lalu ngobrol ngaler ngidul sana sini haha hihi, perjalanan mendaki itu tak semudah turun dari mobil lalu langsung disuguhkan pemandangan. Saya suka ke pantai, saya suka melihat laut yang biru, duduk di pasir, pantai juga menyuguhkan ketenangan dan kegembiraan, tapi ketenangan yang didapat berbeda ketika sampai di ketinggian tertentu. Mungkin untuk sampai ke pantai kita tak perlu bawa-bawa cariel yang berat, lebih simpel rasanya, tapi mendaki adalah pelajaran kerendahan hati, belajar menyingkirkan ego ke-aku an dan ke-kamu an, saya tak begitu suka sesuatu yang bising, yang rumit dan sesak, itulah mengapa saya ingin berada di ketinggian tertentu untuk mencapai kerendahan hati, ketenangan yang membiuskan, menyuntikan beberapa mili semangat dan energi baru.

Jika hanya dengan mendaki kepribadian seseorang dapat berubah dengan drastis ke arah lebih baik, maka suruh saja para calon anggota DPR sebelum dilantik untuk naik gunung, rasanya mendaki tak sesimpel itu mengubah kepribadian seseorang. Mungkin mereka yang mendaki adalah mereka yang mau bersusah susah dahulu, yang tak perduli dengan teriknya matahari, yang simpel tapi bukannya tidak mau diribetkan dengan bawaan yang berat, mereka yang mendaki adalah yang setidaknya “berani”.

Saya bukan lah sang pendaki, bukan anak pencinta alam atau sejenisnya, saya hanya sekedar wisatawan yang berwisata ke gunung papandayan, atau saya hanya anak pramuka yang kemah di papandayan, pengagum jejak petualan atau jelajah indonesia atau acara lain sejenisnya, seorang calon gagal traveller sejati. Ini aslinya sangat tidak pecah. Haha

Nah begitulah pengalaman saya naik gunung dan berkemah, sebanyak 5 lembar kertas A4 ini saya mencoba menuangkan pengalaman mengenai perkemahan, mohon maaf jika membuat anda lelah membacanya, tapi saya senang menuliskannya dan menceritakannya (karena kebahagiaaan terasa lebih nyata ketika dibagi) berbagi pengalaman yang sangat amat standar dan biasa saja bagi kalian yang bahkan sudah ke Mahameru, Rinjani, atau Jaya wijaya. Saya merasa senang mendaki karena teman sependakian yang menyenangkan pula, diperjalanan banyak sekali tawa yang menghiasi, melupakan siapa aku sebenarnya, siapa dia sebenarnya, hanya menjadi sosok yang saat itu, mengenal lebih dalam ke dalam diri, mungkin mendaki sendirian akan sangat aneh rasanya jika bisa mendaki rame-rame, teman seperjalanan akan sangat mempengaruhi seberapa menyenangkannya pendakianmu, seperti istilah yang mengatakan jika kamu bermimpi sendirian maka itu hanya akan menjadi sebuah mimpi, tapi jika kamu bermimpi bersama-sama, mimpi itu akan menjadi kenyataan, the dream that turn into reallity.

That’s way you need to be together, that’s why you will never walk alone.

Huahaha...

sampai jumpa pondok salada see you (c) photo by: iiq
selfie di mobil pick up, di jalan pulang, salam bahagia (c) photo by: me

Salam.. :)

1 comment: